Bidadari Surga itu Cantik Paras Rupanya
A part thing of my childhood..
Semenjak kecil hingga aku memasuki tahun-tahun awal kuliah, tetap
saja beranggapan bahwa bidadari itu berpakaian putih bersih berkilau bak gaun
dengan rambut terurai, dihiasi bunga2 kecil dikepala dan ditelinga, senyumnya manis
dan ramah sekali pada anak kecil .
Yaa.. aku kecil sangat mempercayainya, bahkan teramat sangat,
karena merekalah yang sering aku temui di waktu tidur siangku setelah adzan
zhuhur biasanya, hal ini tak pernah sekalipun aku ceritakan pada siapa pun yang
kutemui, entahlah, setiap kali pun tak
pernah aku menghiraukannya dan tak ada keinginan menceritakan pada siapa saja,
termasuk teman-teman kecilku , kakakku ataupun ibuku, seketika mimpi itu mudah
saja aku lupakan kejadiannya, walaupun esoknya aku kembali bertemu dengan mereka
yang aku sebut para bidadari itu.
Aku adalah putri ke-tiga berdarah Minang dari pasangan yang teramat
luar biasa , tentu saja mereka adalah Ibu dan Bapakku. Bapakku seorang buruh
bangunan, kalau di kampung biasa disebut Tukang, sesekali beliau menggarap
sawah, sedangkan Ibuku adalah seorang guru mengaji. Profesi ini beliau geluti
semenjak masih dibangku SMA ukuran sekarang. Mayoritas penduduk di kampungku
bahkan kampung tetangga menitipkan anaknya pada ibuku supaya bisa baca tulis
Al-qur’an, dan hal itu masih saja berlanjut hingga sekarang, murid-murid ibuku
boleh dikatakan paling banyak dari pada
di tempat lain.
Rumahku yang waktu itu terbuat dari kayu ukuran 8x6 m dijadikan
sarana oleh ibuku untuk tempat mengaji, riuh sekali kondisi rumahku, walaupun
sebenarnya tak jauh dari kampung ku ada sebuah Surau/ Langgar yang sudah
permanen yang areanya cukup luas sebagai tempat belajar mengajar. Ibuku lebih
senang jika dirumah, karena sekalian beliau bisa mengawasi kami anak2
kandungnya, termasuk aku yang masih kecil dan masih unyuuu unyuuu nyaaa kata orang keren sekarang. Ibuku sungguh luar biasa, murid2nya yang
sekitar 30 orang waktu itu, beliau yang menghandle sendiri, dengan membagi
jadwal masing2nya, entahlah, di rumahku yang teramat sederhana dan kecil itu
tampak muat saja untuk ditempati, sedikitpun sepertinya ibuku tidak mengalami
kendala. Yaa mungkin saja pada masa itu di tahun 80-an, anak-anak masih mudah
diatur, ramah tamah dan tidak banyak tingkah, guru sangat dihormati bahkan
ditakuti.
Aku si gadis kecil sangat menantikan suasana di siang hari, karena
itulah saat dimana para murid menimba ilmu pada ibuku, ada saatnya ibuku
bercerita tentang keindahan surga, dan betapa menakutkannya suasana neraka, dan aku si gadis kecil akan
dengan manisnya duduk di pangkuan ibuku, hingga dengan mudahnya aku terlelap nyenyak
dipangkuan beliau. Yaa, aku si gadis kecil yang suka tidur, bisa dikatakan jadwal siangku untuk tidur, bahkan disaat
bermain dengan kakak2ku, mudah sekali mereka menemukan aku duduk tertidur kalau
aku sudah mulai bosan dengan permainan. Waktu itu umurku masih 3 atau 4
tahunan.
Rumah kecil kayuku hanya ditempati hingga aku memasuki usia Sekolah
Taman Kanak-Kanak, bertepatan dengan lahirnya adikku. Bapakku yang berprofesi
sebagai tukang, sedikit demi sedikit menabung dan membeli tanah di kampung
sebelah yang letaknya strategis untuk ukuran pedesaan, tepat di tepi jalan.
Walaupun tahap pengerjaan masih 40%, bapak sudah mengajak kami pindah ke rumah
baru , yang waktu itu baru satu kamar ukuran 4x5 m yang layak untuk ditempati. Satu
ruangan ditempati 6 orang dikala malam menjelang. Aku cukup bahagia karena
rumahku tak jauh dari tempat sekolah pertamaku dan aku juga punya tetangga baru.
Lalu bagaimana dengan murid-murid ibuku yang dulu?? yaa ibuku
pensiun sementara dari kegiatan mengajarnya, murid2 disana sudah beliau serahkan
pada salah seorang saudara yang beliau rasa cukup bagus untuk diberi amanah
agung itu.
Tak berapa lama kami menempati rumah baruku, Ibuku kembali ditawari
untuk mengajar 2dua orang anak, awalnya ibuku menolak,tetapi yaa karena hanya 2
orang tak mengapalah, tak lain penolakan ibuku karena kondisi rumah kami yang
jauh dari kesan belum siap huni. Hingga akhirnya sangat sulit bagi ibuku untuk
menolak tiap tawaran orang tua untuk menitipkan anaknya. Murid-murid Ibuku
semakin membludak, tiap ruangan yang sudah di beri atap dijadikan tempat anak2
menimba ilmu, bahkan hampir tiap rungan sesudut rumah kami merupakan tempat
diperdengarkannya lantunan Kitab Suci.
Aku bahagia karena murid-murid ibuku baik semua, aku semakin punya banyak teman,
walaupun kebiasaan tidurku tak pernah hilang.
Aku yang selalu tidur siang kala itu, teramat sering bermimpi dengan para wanita
cantik jelita di rumah baruku. Siang itu
dalam mimpiku, aku ditemani oleh sekitar 4/5 atau 6, ahh aku lupa berapa jumlah
mereka. Perempuan jelita semuanya, tak satupun laki2 aku temui disana, jadi
tiada salahnya jika mereka tidak berhijab. Rambut mereka panjang terurai,
bibirnya selalu menyungging senyuman padaku, seolah-olah mereka mengawasiku
bermain sambil bercengkrama dengan teman2 sebayanya. Mereka para jelita
menggunakan pakaian putih mirip gaun yang didadanya ada rempel bunga, cantiik
sekali, alis mereka bak semut beriring, tinggi semampai, kulit mereka putih
bersih,tapi aku tak pernah paham dengan
percakapan mereka, sesekali mereka tertawa kecil , mungkin candaan dengan
teman-temannya, aku benar-benar tak paham dan bertanya pun tak pernah tentang
cerita mereka. Aku si gadis kecil tetap saja asyik bermain, berputar-putar
mengelilingi kursi putih yang terbuat
dari besi. Lokasi mimpiku selalu saja kejadiannya di tempat yang sama, tepatnya
dibelakang rumahku, disana sudah ada bangku- bangku taman dihiasi bunga nan
berwarna warni, aku pun tak pernah sebelumnya menemukan bunga-bunga seperti
itu, yang jelas aku cukup damai berada disana, walau kegiatanku hanya duduk
kemudian berlari-lari riang sendiri dan memandangi mereka si jelita dan bunga2
disana, sedikitpun tak ada keinginan untuk memetik bunga itu, aku hanya
memandanginya saja. Bisa saja bunga –bunga itu aku petik dan aku jadikan bahan
mainan baruku, sungguh tak kreatifnya aku waktu itu, tetapi mungkin saja aku
tak mau memetiknya karena takut para bidadari marah dan tak mau memandangku,
dan mungkin lagi aku tak memetiknya karena teramat sayang pada si bunga nan
elok rupa..aahh aku tak tau teman, yang jelas aku cukup bahagia disana, Cuma aku
makhluk kecil yang ada disana tanpa ditemani teman sebaya, dan mereka si jelita
sesekali hanya memandangiku dan tersenyum manis, itu saja ..aku sudah tak asing
lagi berada disana, aku cukup puas karena rasanya cukup lama berada disana. Hingga
aku terbangun dari mimpi , tak pernah aku ingat-ingat lagi, aku kembali
menemukan murid2 ibuku yang dengan asyik dan berusaha keras menimba ilmu agama.Sesekali
aku akan melihat ibuku menegur para muridnya agar serius menyimak.
Oh yaa, kala itu aku masih diusia 5 tahunan, sekalipun aku tak
pernah melihat siaran TV yang mengisahkan tentang bidadari, dirumah baruku
memang belum ada TV. Mungkin saja sosok bidadari itu aku ketahui dari cerita
ibuku tentang perempuan-perempuan surga. Entahlah, yang jelas ibuku memang suka
bercerita kepada murid-muridnya, terlebih menerjemahkan beberapa ayat Allah
yang disana ada pelajaran berharga yang baik diceritakan pada anak didiknya. Dan
aku si gadis kecil akan dengan senangnya menjadi pendengar yang baik. Aku suka
sekali mendengar ibuku bercerita.
Hingga memasuki Sekolah dasar kadang kala aku masih sering bermimpi
dengan si wajah jelita, walaupun intensitas mimpiku dengan mereka si jelita makin lama makin berkurang, mungkin karena
stiap siangnya aku sudah diikutkan ibuku
untuk bergabung belajar “Alif ba ta”
dengan teman-teman yang sebenarnya 1 th/ 2 tahunan lebih tua dariku.
Kebiasaan mudah tidurku sudah mulai berkurang, walau sesekali ibuku
sering menemukanku tak sengaja tertidur, tapi beliau tak pernah sedikitpun
mempermasalahkannya karena aku akan cepat kembali bangun jika kantukku hilang
dan itu hanya sebentar saja. Ibuku juga tak pernah membandingkan aku anak
kandungnya dengan murid lainnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hingga akhirnya ketika usiaku
sudah menginjak dewasa dan aku sudah hampir menamatkan gelar sarjana, tanpa
sengaja aku kembali ingat dengan kejadian di masa kecil itu, spontan saja kuceritakan
pada ibuku. Haaahh... Teman, ibuku khawatir sekali, tau tidak..ibuku menyangka
bahwa itu adalah makhlus halus seperti jin,. Dalam ceritaku aku tak menyatakan
pada ibuku kalau mereka adalah bidadari, aku hanya menjelaskan bahwa mereka
berambut panjang terurai, cantik dan putih, mereka bermain dan duduk ditaman
itu dengan teman sebayanya, namun aku tak mengerti ucapan perkataan mereka.
Ibuku bersyukur, yaa beliau bersyukur karena aku baik-baik saja,
aku tak tau teman apa yang ibuku pikirkan, walaupun ibuku khawatir, tapi aku
tetap tenang2 saja, tak ada takut sedikitpun, karena aku masih bahagia bisa
mengingat mereka si jelita.
Oh ya, sebenarnya di lokasi taman mimpi ku itu, tak jauh dari sana
ada 2 buah kuburan, mungkin saja ibuku takut jika aku dimasuki roh jahat. Hihhii..tapi
ibuku tetap ibuku, khawatir pada putri kecilnya, untung saja aku menceritakan
dikala aku sudah dewasa, jika saja aku dahulu menceritakannya disaat aku bangun
siang, bisa jadi aku akan sangat ketakutan dan aku tak akan pernah menikmati mimpi siangku
bertemankan mereka yang aku sebut para bidadariku..
Namun Mimpi tetaplah mimpi..jika Ibuku beranggapan bahwa yang aku
temui adalah makhlus halus yang keberadaanya memang benar-benar ada, sepertinya
aku terselamatkan oleh lantunan Ayat-ayat Al-quran yang tiap hari selalu
bergema di tiap sudut rumahku. Dan jika benar itu adalah bidadari sebagaimana
khayalanku, boleh jadi itu dikirim oleh Yang maha Kuasa kepadaku si gadis kecil
yang hari2nya tertidur oleh dengungan ayat suciNYA, karena kala itu aku masih
gadis kecil polos yang jauh dari dosa dan kebencian.
Yaa..aku tetap bersyukur teman, cerita kecilku yang semoga bermanfaat
dan ada ibrah yang dipetik..cerita ini juga pernah aku ceritakan pada sebagian teman2ku setelah aku bercerita pada Ibuku, mereka
teman-temanku berbagi suka duka, bahagia bisa kenal mereka. Kami menyebut
tempat kami waktu itu “ Kotak ajaib” yaa, karena banyak hal ajaib yang kami
lakukan, disana kami menemukan masa kecil kami lagi. Luar biasa karena disana
aku mulai mengenal lebih luasnya dunia dengan berbagai permasalahannya.
Itu lah ceritaku , yang jelas aku tetap bahagia dengan mimpi para
bidadari nan jelita dan cantik paras rupanya itu..
Bukittinggi,
4 desember 2012
Dear me;
Ahabbaka lladzii “April Poe”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar