Senin, 03 Desember 2012

Bidadari Surga Itu cantik Paras Rupanya


Bidadari  Surga  itu Cantik Paras Rupanya

A part thing of my childhood..
Semenjak kecil hingga aku memasuki tahun-tahun awal kuliah, tetap saja beranggapan bahwa bidadari itu berpakaian putih bersih berkilau bak gaun dengan rambut terurai, dihiasi bunga2 kecil dikepala dan ditelinga, senyumnya manis dan ramah sekali pada anak kecil .
Yaa.. aku kecil sangat mempercayainya, bahkan teramat sangat, karena merekalah yang sering aku temui di waktu tidur siangku setelah adzan zhuhur biasanya, hal ini tak pernah sekalipun aku ceritakan pada siapa pun yang  kutemui, entahlah, setiap kali pun tak pernah aku menghiraukannya dan tak ada keinginan menceritakan pada siapa saja, termasuk teman-teman kecilku , kakakku ataupun ibuku, seketika mimpi itu mudah saja aku lupakan kejadiannya, walaupun esoknya aku kembali bertemu dengan mereka yang aku sebut para bidadari itu.
Aku adalah  putri  ke-tiga  berdarah Minang dari pasangan yang teramat luar biasa , tentu saja mereka adalah Ibu dan Bapakku. Bapakku seorang buruh bangunan, kalau di kampung biasa disebut Tukang, sesekali beliau menggarap sawah, sedangkan Ibuku adalah seorang guru mengaji. Profesi ini beliau geluti semenjak masih dibangku SMA ukuran sekarang. Mayoritas penduduk di kampungku bahkan kampung tetangga menitipkan anaknya pada ibuku supaya bisa baca tulis Al-qur’an, dan hal itu masih saja berlanjut hingga sekarang, murid-murid ibuku boleh dikatakan  paling banyak dari pada di tempat lain.
Rumahku yang waktu itu terbuat dari kayu ukuran 8x6 m dijadikan sarana oleh ibuku untuk tempat mengaji, riuh sekali kondisi rumahku, walaupun sebenarnya tak jauh dari kampung ku ada sebuah Surau/ Langgar yang sudah permanen yang areanya cukup luas sebagai tempat belajar mengajar. Ibuku lebih senang jika dirumah, karena sekalian beliau bisa mengawasi kami anak2 kandungnya, termasuk aku yang masih kecil dan masih unyuuu unyuuu  nyaaa kata orang keren sekarang.  Ibuku sungguh luar biasa, murid2nya yang sekitar 30 orang waktu itu, beliau yang menghandle sendiri, dengan membagi jadwal masing2nya, entahlah, di rumahku yang teramat sederhana dan kecil itu tampak muat saja untuk ditempati, sedikitpun sepertinya ibuku tidak mengalami kendala. Yaa mungkin saja pada masa itu di tahun 80-an, anak-anak masih mudah diatur, ramah tamah dan tidak banyak tingkah, guru sangat dihormati bahkan ditakuti.
Aku si gadis kecil sangat menantikan suasana di siang hari, karena itulah saat dimana para murid menimba ilmu pada ibuku, ada saatnya ibuku bercerita tentang keindahan surga, dan betapa menakutkannya  suasana neraka, dan aku si gadis kecil akan dengan manisnya duduk di pangkuan ibuku, hingga dengan mudahnya aku terlelap nyenyak dipangkuan beliau. Yaa, aku si gadis kecil yang suka tidur, bisa dikatakan  jadwal siangku untuk tidur, bahkan disaat bermain dengan kakak2ku, mudah sekali mereka menemukan aku duduk tertidur kalau aku sudah mulai bosan dengan permainan. Waktu itu umurku masih 3 atau 4 tahunan.
Rumah kecil kayuku hanya ditempati hingga aku memasuki usia Sekolah Taman Kanak-Kanak, bertepatan dengan lahirnya adikku. Bapakku yang berprofesi sebagai tukang, sedikit demi sedikit menabung dan membeli tanah di kampung sebelah yang letaknya strategis untuk ukuran pedesaan, tepat di tepi jalan. Walaupun tahap pengerjaan masih 40%, bapak sudah mengajak kami pindah ke rumah baru , yang waktu itu baru satu kamar ukuran 4x5 m yang layak untuk ditempati. Satu ruangan ditempati 6 orang dikala malam menjelang. Aku cukup bahagia karena rumahku tak jauh dari tempat sekolah pertamaku dan aku juga punya tetangga baru.
Lalu bagaimana dengan murid-murid ibuku yang dulu?? yaa ibuku pensiun sementara dari kegiatan mengajarnya, murid2 disana sudah beliau serahkan pada salah seorang saudara yang beliau rasa cukup bagus untuk diberi amanah agung itu.
Tak berapa lama kami menempati rumah baruku, Ibuku kembali ditawari untuk mengajar 2dua orang anak, awalnya ibuku menolak,tetapi yaa karena hanya 2 orang tak mengapalah, tak lain penolakan ibuku karena kondisi rumah kami yang jauh dari kesan belum siap huni. Hingga akhirnya sangat sulit bagi ibuku untuk menolak tiap tawaran orang tua untuk menitipkan anaknya. Murid-murid Ibuku semakin membludak, tiap ruangan yang sudah di beri atap dijadikan tempat anak2 menimba ilmu, bahkan hampir tiap rungan sesudut rumah kami merupakan tempat diperdengarkannya lantunan Kitab Suci.
Aku bahagia karena murid-murid ibuku baik  semua, aku semakin punya banyak teman, walaupun kebiasaan tidurku tak pernah hilang.
Aku yang selalu tidur siang kala itu,  teramat sering bermimpi dengan para wanita cantik jelita  di rumah baruku. Siang itu dalam mimpiku, aku ditemani oleh sekitar 4/5 atau 6, ahh aku lupa berapa jumlah mereka. Perempuan jelita semuanya, tak satupun laki2 aku temui disana, jadi tiada salahnya jika mereka tidak berhijab. Rambut mereka panjang terurai, bibirnya selalu menyungging senyuman padaku, seolah-olah mereka mengawasiku bermain sambil bercengkrama dengan teman2 sebayanya. Mereka para jelita menggunakan pakaian putih mirip gaun yang didadanya ada rempel bunga, cantiik sekali, alis mereka bak semut beriring, tinggi semampai, kulit mereka putih bersih,tapi  aku tak pernah paham dengan percakapan mereka, sesekali mereka tertawa kecil , mungkin candaan dengan teman-temannya, aku benar-benar tak paham dan bertanya pun tak pernah tentang cerita mereka. Aku si gadis kecil tetap saja asyik bermain, berputar-putar mengelilingi kursi putih yang  terbuat dari besi. Lokasi mimpiku selalu saja kejadiannya di tempat yang sama, tepatnya dibelakang rumahku, disana sudah ada bangku- bangku taman dihiasi bunga nan berwarna warni, aku pun tak pernah sebelumnya menemukan bunga-bunga seperti itu, yang jelas aku cukup damai berada disana, walau kegiatanku hanya duduk kemudian berlari-lari riang sendiri dan memandangi mereka si jelita dan bunga2 disana, sedikitpun tak ada keinginan untuk memetik bunga itu, aku hanya memandanginya saja. Bisa saja bunga –bunga itu aku petik dan aku jadikan bahan mainan baruku, sungguh tak kreatifnya aku waktu itu, tetapi mungkin saja aku tak mau memetiknya karena takut para bidadari marah dan tak mau memandangku, dan mungkin lagi aku tak memetiknya karena teramat sayang pada si bunga nan elok rupa..aahh aku tak tau teman, yang jelas aku cukup bahagia disana, Cuma aku makhluk kecil yang ada disana tanpa ditemani teman sebaya, dan mereka si jelita sesekali hanya memandangiku dan tersenyum manis, itu saja ..aku sudah tak asing lagi berada disana, aku cukup puas karena rasanya cukup lama berada disana. Hingga aku terbangun dari mimpi , tak pernah aku ingat-ingat lagi, aku kembali menemukan murid2 ibuku yang dengan asyik dan berusaha keras menimba ilmu agama.Sesekali aku akan melihat ibuku menegur para muridnya agar serius menyimak.
Oh yaa, kala itu aku masih diusia 5 tahunan, sekalipun aku tak pernah melihat siaran TV yang mengisahkan tentang bidadari, dirumah baruku memang belum ada TV. Mungkin saja sosok bidadari itu aku ketahui dari cerita ibuku tentang perempuan-perempuan surga. Entahlah, yang jelas ibuku memang suka bercerita kepada murid-muridnya, terlebih menerjemahkan beberapa ayat Allah yang disana ada pelajaran berharga yang baik diceritakan pada anak didiknya. Dan aku si gadis kecil akan dengan senangnya menjadi pendengar yang baik. Aku suka sekali mendengar ibuku bercerita.
Hingga memasuki Sekolah dasar kadang kala aku masih sering bermimpi dengan si wajah jelita, walaupun intensitas mimpiku dengan mereka si jelita  makin lama makin berkurang, mungkin karena stiap siangnya  aku sudah diikutkan ibuku untuk bergabung belajar  “Alif ba ta” dengan teman-teman yang sebenarnya 1 th/ 2 tahunan lebih tua dariku.
Kebiasaan mudah tidurku sudah mulai berkurang, walau sesekali ibuku sering menemukanku tak sengaja tertidur, tapi beliau tak pernah sedikitpun mempermasalahkannya karena aku akan cepat kembali bangun jika kantukku hilang dan itu hanya sebentar saja. Ibuku juga tak pernah membandingkan aku anak kandungnya dengan murid lainnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hingga akhirnya  ketika usiaku sudah menginjak dewasa dan aku sudah hampir menamatkan gelar sarjana, tanpa sengaja aku kembali ingat dengan kejadian di masa kecil itu, spontan saja kuceritakan pada ibuku. Haaahh... Teman, ibuku khawatir sekali, tau tidak..ibuku menyangka bahwa itu adalah makhlus halus seperti jin,. Dalam ceritaku aku tak menyatakan pada ibuku kalau mereka adalah bidadari, aku hanya menjelaskan bahwa mereka berambut panjang terurai, cantik dan putih, mereka bermain dan duduk ditaman itu dengan teman sebayanya, namun aku tak mengerti ucapan perkataan mereka.
Ibuku bersyukur, yaa beliau bersyukur karena aku baik-baik saja, aku tak tau teman apa yang ibuku pikirkan, walaupun ibuku khawatir, tapi aku tetap tenang2 saja, tak ada takut sedikitpun, karena aku masih bahagia bisa mengingat mereka si jelita.
Oh ya, sebenarnya di lokasi taman mimpi ku itu, tak jauh dari sana ada 2 buah kuburan, mungkin saja ibuku takut jika aku dimasuki roh jahat. Hihhii..tapi ibuku tetap ibuku, khawatir pada putri kecilnya, untung saja aku menceritakan dikala aku sudah dewasa, jika saja aku dahulu menceritakannya disaat aku bangun siang, bisa jadi aku akan sangat ketakutan dan  aku tak akan pernah menikmati mimpi siangku bertemankan mereka yang aku sebut para bidadariku..
Namun Mimpi tetaplah mimpi..jika Ibuku beranggapan bahwa yang aku temui adalah makhlus halus yang keberadaanya memang benar-benar ada, sepertinya aku terselamatkan oleh lantunan Ayat-ayat Al-quran yang tiap hari selalu bergema di tiap sudut rumahku. Dan jika benar itu adalah bidadari sebagaimana khayalanku, boleh jadi itu dikirim oleh Yang maha Kuasa kepadaku si gadis kecil yang hari2nya tertidur oleh dengungan ayat suciNYA, karena kala itu aku masih gadis kecil polos yang jauh dari dosa dan kebencian.
Yaa..aku tetap bersyukur teman, cerita kecilku yang semoga bermanfaat dan ada ibrah yang dipetik..cerita ini juga pernah aku ceritakan pada  sebagian teman2ku  setelah aku bercerita pada Ibuku, mereka teman-temanku berbagi suka duka, bahagia bisa kenal mereka. Kami menyebut tempat kami waktu itu “ Kotak ajaib” yaa, karena banyak hal ajaib yang kami lakukan, disana kami menemukan masa kecil kami lagi. Luar biasa karena disana aku mulai mengenal lebih luasnya dunia dengan berbagai permasalahannya.
Itu lah ceritaku , yang jelas aku tetap bahagia dengan mimpi para bidadari nan jelita dan cantik paras rupanya itu..
                                                                                                Bukittinggi, 4 desember 2012
Dear me;
            Ahabbaka lladzii “April Poe”